Orde Baru Bergabung Dengan Dinasti, Aktivis Bisa Apa?

IDNUpdate com - Era reformasi yang dimulai pada tahun 1998 menjadi tonggak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di Indonesia. Rezim yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade ini ditandai oleh kontrol ketat terhadap politik, ekonomi, dan sosial. Setelah runtuhnya Orde Baru, harapan akan terbentuknya demokrasi yang lebih sehat dan pemerintahan yang lebih transparan menguat. Namun, dalam dua dekade terakhir, fenomena politik dinasti semakin menonjol, menimbulkan kekhawatiran baru mengenai masa depan demokrasi Indonesia. 


Mengapa Dinasti Politik?

Dinasti politik, di mana kekuasaan berpindah dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya, telah menjadi fenomena yang marak di berbagai wilayah Indonesia. Fenomena ini bukan hanya terjadi di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat daerah. Politik dinasti sering kali dianggap sebagai bentuk pelestarian kekuasaan yang tidak sehat bagi demokrasi, karena lebih mengutamakan koneksi keluarga daripada kompetensi dan integritas.


Kembali ke Masa Lalu?


Bergabungnya elemen-elemen Orde Baru dengan dinasti politik saat ini semakin memperkuat kekhawatiran tersebut. Banyak tokoh-tokoh yang pernah berada di lingkaran Orde Baru kini memiliki keluarga yang terlibat aktif dalam politik, baik sebagai calon legislatif maupun kepala daerah. Kondisi ini memunculkan pertanyaan: apakah Indonesia sedang mengalami "pemunduran" dalam perjalanan demokrasi yang seharusnya progresif?


Peran Aktivis: Antara Ideal dan Realita


Di tengah kondisi ini, peran aktivis menjadi sangat penting. Aktivis, yang biasanya menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan demokrasi, transparansi, dan keadilan, menghadapi tantangan besar dalam menghadapi gabungan antara kekuatan Orde Baru dan politik dinasti. Tantangan ini meliputi:


1. Mengawasi dan Mengkritisi : Aktivis harus terus mengawasi dan mengkritisi setiap langkah pemerintah dan politisi yang mengarah pada praktik nepotisme dan korupsi. Hal ini membutuhkan sumber daya dan keberanian yang besar, mengingat kekuatan yang mereka hadapi sangat kuat dan terkonsolidasi.


2. Pendidikan Politik : Aktivis perlu meningkatkan upaya dalam pendidikan politik kepada masyarakat. Masyarakat yang sadar dan terdidik secara politik akan lebih kritis terhadap calon pemimpin yang berasal dari dinasti politik dan memiliki hubungan dengan Orde Baru.


3. Membangun Koalisi : Untuk memperkuat posisi mereka, aktivis perlu membangun koalisi dengan berbagai elemen masyarakat sipil lainnya, termasuk LSM, akademisi, dan media. Koalisi ini dapat membantu dalam menyuarakan kepentingan rakyat dan melawan praktik-praktik politik yang tidak sehat.


4. Memanfaatkan Teknologi : Di era digital, aktivis harus memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan informasi dan menggalang dukungan. Media sosial dan platform digital lainnya dapat menjadi alat yang efektif untuk menggerakkan opini publik dan mendesak perubahan.


Harapan di Tengah Tantangan


Meskipun tantangan yang dihadapi sangat besar, harapan akan masa depan yang lebih baik tetap ada. Sejarah telah menunjukkan bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari gerakan kecil yang didorong oleh tekad dan keberanian individu-individu yang peduli. Aktivis di Indonesia memiliki peran krusial dalam menjaga semangat reformasi dan memastikan bahwa demokrasi tidak hanya menjadi jargon, tetapi benar-benar tercermin dalam praktik politik sehari-hari.


Gabungan antara elemen Orde Baru dan dinasti politik adalah ancaman nyata bagi demokrasi Indonesia. Namun, dengan tekad dan strategi yang tepat, aktivis dapat menjadi kekuatan yang mampu menantang dan mengubah arus. Masyarakat perlu terus mendukung dan berpartisipasi aktif dalam upaya ini, agar cita-cita reformasi tidak sekadar menjadi impian, tetapi menjadi kenyataan yang bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

0 Komentar

https://www.idnupdate.com/